KILAS BALIK HADEGING NAGARI NGAYOGYAKARTA HADININGRAT

Tri Yunanto Abdullah 21 November 2025 06:18:05 WIB

Hargomulyo—Kamis Legi, 20 November 2025 merupakan peringatan 279 Tahun Hadeging Nagari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdasarkan Kalender Jawa. Pasalnya, hari tersebut bertepatan dengan 29 Jumadil Awal 1959 Dal.

Peringatan Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat setiap tahunnya berlangsung 2 kali, sesuai dengan kalender yang berbeda.

Pada tanggal 13 Maret 2025 lalu, dirayakan Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ke-270 versi penanggalan Masehi. Sementara itu, pada 20 November 2025, tepatnya pada 29 Jumadilawal 1959 Dal, diperingati ulang tahun Hari Jadi Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, yang berdasarkan penanggalan Jawa sudah masuk ulang tahun yang ke-279. Pasalnya, antara Kalender Jawa dan Masehi, setiap tahunnya ada perbedaan 10 hingga 11 hari, dengan penanggalan Jawa berlangsung lebih cepat. Peristiwa proklamasi Hadeging Nagari oleh Hamengku Buwono I pada 13 Maret 1755 bertepatan dengan 29 Jumadilawal 1680.

Peristiwa Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat bermula dari ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian ini adalah Pangeran Mangkubumi, VOC, dan Sunan Pakubuwana III. Dengan diadakannya perjanjian ini, Kesultanan Mataram dibagi dua antara Mangkubumi dan Pakubuwana.

Sejak perjanjian tersebut, Pakubuwana III memimpin Kasunanan Surakarta. Sementara itu, Pangeran Mangkubumi yang kemudian dinobatkan sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono I, akan memimpin wilayah sendiri.

Tepat sebulan kemudian, pada 13 Maret 1755 atau 29 Jumadilawal 1680, Hamengku Buwono I memproklamasikan berdirinya Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat di Pesanggrahan Garjitowati. Proklamasi ini bukan hanya pengumuman politik. Tetapi juga, pernyataan berdirinya nagari baru yang memiliki struktur pemerintahan, tatanan adat, hukum, dan simbol-simbol kekuasaan yang khas.

Hamengku Buwana I menentukan hutan beringin yang mempunyai sumber air sebagai tempat paling ideal untuk menjadi ibukota kerajaan (keraton). Usai pembangunan pesanggrahan selesai, nama pesanggrahan diganti menjadi Ayodhya, yang belakangan dilafalkan jadi Ngayodhya atau Ngayogya. Dari sinilah, muncul nama Ngayogyakarta Hadiningrat.

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung